"Pelanggaran Tata Ruang dan Keadilan Sosial: Kajian atas Kasus Parkir di Swalayan Saudara Jepara"

Jepara, suaragardanasional.com | Di tengah semangat penataan kota yang adil dan inklusif, muncul fenomena yang menimbulkan pertanyaan mendasar tentang keadilan tata ruang: praktik parkir liar dan penutupan akses jalan oleh pusat perbelanjaan Swalayan Saudara yang berlokasi di Jalan Veteran, Jepara. Penggunaan badan jalan umum untuk parkir pelanggan swalayan secara rutin, bahkan berulang setiap hari, tidak hanya mengganggu lalu lintas dan mengurangi kenyamanan masyarakat, tetapi juga menyingkap persoalan serius mengenai keberpihakan kebijakan dan penerapan hukum yang setara.


Rumusan Permasalahan


• Apakah tindakan Swalayan Saudara yang memanfaatkan bahu jalan sebagai area parkir melanggar hukum tata ruang dan hak publik atas jalan umum?

• Bagaimana peran pemerintah daerah dan Dinas Perhubungan dalam menjamin akses publik dan mencegah penyalahgunaan wewenang?

• Apa bentuk ketimpangan sosial hukum yang terjadi dalam kasus ini, terutama dibandingkan dengan perlakuan terhadap warga kecil yang ingin menutup jalan sementara?

• Apa upaya hukum dan sosial yang dapat dilakukan masyarakat untuk menuntut keadilan?


Analisis dari Perspektif Sosiologi Hukum


1. Status Jalan Veteran sebagai Aset Publik

Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Jalan Veteran dikategorikan sebagai jalan umum yang tidak dapat dialihfungsikan tanpa dasar hukum. Pasal 12 ayat (1) menegaskan larangan melakukan tindakan yang mengganggu fungsi jalan di ruang manfaat jalan. Artinya, badan jalan hanya boleh digunakan untuk kegiatan yang tidak mengganggu fungsi utamanya sebagai sarana lalu lintas publik.


2. Perlakuan Hukum Tidak Setara

Warga kecil yang ingin menutup jalan untuk hajatan diwajibkan:

• Mengajukan izin ke RT/RW hingga kelurahan.

• Membayar retribusi.

• Dibatasi waktu dan diawasi aparat.

Namun, Swalayan Saudara diduga secara terus-menerus menggunakan badan jalan sebagai parkir pelanggan, tanpa penertiban atau sanksi. Ini menciptakan ketimpangan hukum, atau dalam istilah sosiologi hukum, inequality before the law, yaitu situasi di mana hukum hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.


3. Pelanggaran Terhadap Peraturan Lalu Lintas dan Tata Ruang


Berdasarkan:

• PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan: parkir di badan jalan tidak dibenarkan jika mengganggu lalu lintas.

• UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 63 ayat (1): dilarang melakukan perbuatan yang mengganggu fungsi jalan.


Praktik parkir Swalayan Saudara berpotensi melanggar kedua aturan tersebut. Jika Dishub bahkan memasang rambu yang memfasilitasi parkir seperti itu, maka terdapat dugaan maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang.


4. Amdal Lalin dan Akuntabilitas Pemerintah


Pendirian pusat perbelanjaan wajib memiliki Amdal Lalu Lintas (berdasarkan Permenhub No. 75 Tahun 2015). Jika Amdal Lalin untuk Swalayan Saudara tidak pernah disusun atau diabaikan, maka Dishub dan instansi perizinan dapat dimintai tanggung jawab.

Implikasi Hukum dan Sosial


Pelanggaran Hak Publik 

• Akses warga terhadap jalan yang bebas hambatan adalah bagian dari hak atas ruang publik yang adil.


Ketimpangan Sosial dan Kekuasaan 

• Hukum berfungsi sebagai cermin kekuasaan. Ketika pengusaha diberi toleransi lebih besar dari warga kecil, kepercayaan terhadap sistem hukum bisa menurun.


Penyalahgunaan Wewenang 

• Jika pemerintah memberi keistimewaan pada entitas komersial tanpa dasar hukum, ini melanggar Pasal 3 UU No. 28 Tahun 1999 tentang asas akuntabilitas dan kepatutan pejabat publik.


Langkah Strategis dan Rekomendasi


• Audit Amdal Lalin dan Izin Parkir Swalayan Saudara oleh Dishub dan Satlantas.

• Permintaan Keterbukaan Informasi Publik, terutama SK perizinan, dokumen Amdal, dan rambu lalu lintas di lokasi.

• Pelaporan ke Ombudsman RI jika ditemukan dugaan maladministrasi.

• Pelaporan ke Satpol PP sebagai penegak Perda ketertiban umum.

• Gugatan PMH (Perbuatan Melawan Hukum) oleh warga berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata.

• Gugatan TUN jika ditemukan izin atau kebijakan pemerintah yang cacat prosedural.

• Rapat Dengar Pendapat (RDP) oleh DPRD Jepara untuk mengkaji dugaan pelanggaran kebijakan publik.


Yurisprudensi Pendukung


• MA No. 228 K/TUN/2013: Penerbitan izin yang merugikan masyarakat tanpa Amdal Lalin dinyatakan cacat prosedural.

• PTUN Jakarta No. 121/G/2015/PTUN-JKT: Penutupan jalan oleh pusat perbelanjaan tanpa partisipasi publik adalah tindakan melawan hukum.

• MA No. 37 K/TUN/2004: Hak penggunaan ruang publik tidak bisa dialihkan ke swasta tanpa mekanisme hukum yang sah.


Penutup


Kasus Swalayan Saudara di Jalan Veteran Jepara menjadi cermin ketimpangan antara kepentingan ekonomi dan hak publik. Hukum tidak boleh menjadi alat kekuasaan sepihak, melainkan penjaga keadilan sosial. Warga Jepara berhak atas ruang publik yang aman, adil, dan tidak dikooptasi untuk keuntungan segelintir pihak. Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah dan lembaga pengawas menegakkan keadilan tanpa pandang bulu—baik kepada warga kecil maupun pengusaha besar.


Daftar Pustaka 


• Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan

• Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

• Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

• Peraturan Menteri Perhubungan No. 75 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Amdal Lalu Lintas

• Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan

• Yurisprudensi Mahkamah Agung dan PTUN terkait penyalahgunaan izin ruang publik

• Asshiddiqie, Jimly. (2006). Hukum Tata Negara dan Konstitusi. Jakarta: Konstitusi Press.

• Hadjon, P.M. (1987). Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu.


(Hani K)

Tags

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top