Jepara, suaragardanasional.com | “Urip punika lelampahan batin saking niyat ingkang murni, miwiti saking bibit suci, dipun tuntun_ _dening bebet (kahanan) saha bobot (jati diri), dipun lampahi kanthi tata niyat (toto),_ati-ati (titi), saha waskita (titis),_nuntun saking tetes dados netes, nggayuh makna_ _(teges)_lan pungkasan ing tumindak ingkang tulus, tutus, saha tuntas.”
Integrasi Makna Filosofis Jawa: Urutan Laku Hidup Spiritual
1. Bibit, Bebet, Bobot (Dasar Pembentukan Karakter)
- Bibit: Asal-usul atau keturunan — menunjuk pada jati diri dan warisan nilai leluhur.
- Bebet: Lingkungan hidup dan pergaulan — membentuk kebiasaan dan arah pertumbuhan.
- Bobot: Isi, nilai, dan kualitas pribadi — fondasi integritas, tanggung jawab, dan akhlak.
🡻 Menuntun pada kesiapan batin dan moral untuk bertindak secara sadar.
2. Toto, Titi, Titis (Proses Bertindak dalam Laku Sehari-hari)
- Toto: Menata niat lan laku — mengatur niat agar jernih dan bukan dari hawa nafsu.
- Titi: Ati-ati lan teliti — hati-hati dalam bertindak, mempertimbangkan sebab-akibat.
- Titis: Tepat sasaran lan waskita — peka terhadap tanda, bertindak dengan tepat dan dalam.
🡻 Menuntun pada tindakan lahir batin yang selaras dan peka terhadap makna.
3. Tetes, Netes, Teges (Tahapan Kesadaran Spiritual dan Makna Hidup)
- Tetes: Asal-usul yang murni — niat suci dan jernih, bukan dorongan duniawi.
- Netes: Tumbuh dan berkembang — menyuburkan niat menjadi laku konsisten dan berkualitas.
- Teges: Makna yang jumbuh — hidup menjadi terang, bermakna, dan memberi cahaya bagi sesama.
🡻 Menuntun pada spiritualitas sejati: kesadaran luhur, ketulusan, dan pencerahan.
Paripurna urip kawruh lan kasadaran Jawa:
Tahap Paripurna: Tutus, Tulus, Tuntas
1. Tutus – Tumindak tanpa pamrih, mulus lan jumbuh
Tindak-tanduk yang jujur, selaras antara batin lan lahir. “Tutus” iku tandha yen wong wis ora mikir bali, ora mung pengin pamer utawa dipuji, nanging tumindak adhedhasar kasadaran sejati.
2. Tulus – Ikhlas tanpa pamrih, bersih saka pamrih pribadi
Tulus iku laku suci batin. Tumindak kanthi ikhlas, ora nduweni kepentingan pribadi, lan tanpa rasa pengin dibales. Wong tulus ora gumedhe, nanging tetep andhap asor lan rela berkorban.
3. Tuntas – Rampung kanthi sampurna, ora mung separo
Laku urip sing wis tuntas tegese ora mung separo-separo. Saben tumindak rampung kanthi tanggung jawab, ora ninggal kewajiban, lan wis nggayuh makna sejati saka urip lan pengabdian
Makna Final: Perjalanan Hidup Sejati dalam Falsafah Jawa
"Hidup adalah perjalanan batin dari yang murni, bermula dari bibit suci, dituntun oleh lingkungan (bebet) dan kualitas diri (bobot), dijalani dengan keteraturan niat (toto), kehati-hatian (titi), dan ketepatan batin (titis), berkembang dari tetes menjadi netes, mencapai makna (teges), dan paripurna dalam tindakan yang tulus, tutus, dan tuntas."
Penjabaran Makna Final:
Bibit, Bebet, Bobot *– Hidup dimulai dari:
bibit: asal-usul dan warisan nilai-nilai luhur yang membentuk jati diri.
Bebet: lingkungan dan pergaulan yang membentuk kebiasaan dan arah hidup.
Bobot: nilai dan isi diri yang mencerminkan kedalaman tanggung jawab, akhlak, dan integrita
Toto, Titi, Titis Dalam bertindak, perlu :
toto: menata niat agar jernih, tidak dikendalikan oleh hawa nafsu.
titi: berhati-hati, penuh pertimbangan dalam setiap langkah.
titis: tepat sasaran, tajam mata batin, dan selaras antara maksud dan tindakan.
Tetes, Netes, Teges*Kesadaran hidup dimulai :
tetes: niat murni dan suci.
netes: niat itu tumbuh dan berbuah dalam tindakan nyata dan konsisten.
teges: makna hidup sejati yang menerangi diri dan bermanfaat bagi sesama.
Tulus, Tutus, Tuntas ada tahap akhir:
tulus: seorang hiduh dengan penuh ikhlas, tanpa pamrih.
tutus: bertindak dengan ujur, utuh lahir dan batin, tanpa pencitraan.
Tuntas : Dan menyelesaikan segala tugas hidup secara penuh tanggung jawab, tidak setengah hati.
Kesimpulan Renungan:
"Hidup bukan sekadar raga yang bergerak, tapi perjalanan batin yang bersumber dari niat suci, dijalani dengan ketekunan, dan disempurnakan oleh ketulusan. Dari tetes menjadi makna, dari makna menjadi cahaya. Itulah laku hidup sejati menurut kearifan Jawa: hidup yang menyatu antara rasa, pikir, dan tindakan – untuk kemuliaan jiwa dan kebaikan sesama." (Hani)