Bandungan, suaragardanasional.com | Inovasi pertanian terus berkembang, salah satunya datang dari Dusun Clapar, Desa Duren, Bandungan. Seorang petani lokal bernama Sugiyanto berhasil membudidayakan mawar jenis semi Holland di lahan terbuka, padahal jenis ini biasanya hanya tumbuh baik di dalam greenhouse (GH).
Kisah sukses ini bermula dari barter bibit mawar dengan bunga krisan dari Malang. Tak memiliki cukup ruang di greenhouse karena sudah digunakan untuk budidaya krisan, Sugiyanto memutuskan menanam bibit mawar Holland tersebut langsung di lahan terbuka.
Ternyata, langkah nekat ini membuahkan hasil. Dengan dukungan iklim Bandungan yang berada di ketinggian 800 meter di atas permukaan laut, serta suhu dan pencahayaan matahari yang ideal, mawar mampu tumbuh subur. Bahkan hasilnya mengejutkan: bunga tumbuh lebih padat, kelopak lebih besar, dan warnanya tampak merona cerah.
Agar tetap tahan terhadap perubahan cuaca yang tak menentu, Sugiyanto rutin menyemprotkan fungisida setiap dua hari sekali saat musim hujan, dan seminggu sekali saat cuaca normal. Perawatan juga diperkuat dengan kombinasi pupuk kandang dan pupuk kimia.
Hasilnya? Dalam waktu 120 hari, bunga mawar siap panen. Setiap dua hari sekali, Sugiyanto bisa memanen hingga 30 ikat bunga, masing-masing berisi 25 tangkai. Di musim-musim tertentu, harga per ikat bisa mencapai Rp100 ribu.
Permintaan pun datang dari berbagai daerah, seperti Salatiga, Semarang, Magelang, Solo, hingga Malang dan Bali. Mawar memang memiliki nilai ekonomi tinggi karena sifatnya yang multifungsi—digunakan dalam berbagai suasana, dari bahagia hingga duka.
Kini, selain aktif sebagai petani bunga, Sugiyanto juga membuka pelatihan budidaya melalui program P4S (Pusat Pelatihan Pertanian dan Petani) di kampungnya. Siapa pun yang ingin belajar menanam mawar, krisan, atau bunga pikok bisa datang langsung ke Clapar, Duren, Bandungan. (BP)
