Perenungan Bersama: Warisan Rasa, Jalan Pulang Menuju Jepara yang Mulus dan Berhati


Jepara, suaragardanasional.com |
 Dalam diskusi ngolah roso kami bertempat Menjelang konser “Denny Cak Nan – Warisan Rasa” malam Selasa Pon, 15 Juli 2025.


Di tengah gemerlap suara dan sorotan cahaya, malam Selasa Pon ini bukan sekadar panggung hiburan. Kita hadir bukan hanya untuk bernyanyi, tapi untuk merenungi warisan batin yang pernah dijaga oleh para leluhur kita.


Konser ini menjadi jembatan rasa — perjalanan pulang ke dalam batin, menuju ruang paling sunyi dalam diri kita sebagai manusia Jawa, sebagai warga Jepara, sebagai anak spiritual dari budaya yang luhur. Sebab “rasa” bukan sekadar emosi. Rasa adalah kehalusan batin, adalah cahaya intuisi yang menuntun kita ke arah yang benar, walau tanpa suara.


Warisan Rasa: Lebih dari Hiburan


“Warisan Rasa” adalah lebih dari judul konser. Ia adalah identitas budaya, penyambung antar generasi, dan pengingat jati diri. Dalam ajaran Jawa, rasa adalah bentuk kesadaran paling tinggi — lebih tinggi dari cipta dan karsa. Ia menjadi dasar budi pekerti, unggah-ungguh, dan empati sosial.


Konser ini mengajak kita merenung:

Masihkah kita menjaga rasa? Atau sudahkah kita menggantinya dengan kegaduhan duniawi?


Nada Sebagai Doa, Musik Sebagai Tirakat


Lagu-lagu Denny Cak Nan, yang menyuarakan cinta, kehilangan, harapan, dan luka batin, bukan sekadar hiburan telinga. Ia adalah doa yang dinyanyikan bersama, doa yang keluar dari perasaan manusia paling dalam — tentang hidup yang kadang tak adil, tapi tetap dijalani dengan cinta dan tawa.


Konser ini menjadi tirakat kolektif masyarakat Jepara. Kita tidak hanya bersuka cita, tetapi menyatukan batin, menyelaraskan niat, dan memperhalus rasa — agar pembangunan tidak hanya lahiriah, tetapi juga batiniah.


Petuah Leluhur: Penuntun Rasa Menuju Mulusnya Jepara


Dalam obrolan ngolah roso kami, terngiang petuah-petuah para pinisepuh:


“Ojo mung mikir enake, nanging ugo kudu ngudi kaelokan.”


Jangan hanya mengejar enaknya hidup, tapi carilah kejernihan jiwa.


“Sopo sing bisa ngugemi rasa, bakal mulya uripe.”


Siapa yang mampu menjaga rasa, hidupnya akan mulia.


“Ngelmu iku kalakone kanthi laku, lekase lawan kas.”


Ilmu dan kearifan hanya akan bermakna jika dijalani dengan laku dan pengorbanan.


Petuah ini terasa hidup kembali malam ini. Konser ini bukanlah tontonan kosong. Ia adalah bagian dari gerakan spiritual dan kebudayaan untuk menyambung kembali warisan rasa.


Jepara Mulus: Rasa sebagai Pondasi


Mulus dalam pandangan Jawa tidak sekadar jalan yang rata atau pembangunan fisik yang lancar. Mulus berarti mengalir tanpa hambatan batin, penuh kasih, guyub, rukun, andhap asor, dan selaras antara pemerintah, rakyat, serta para pemangku budaya dan spiritual.


Pembangunan Jepara yang sejati bermula dari kehalusan rasa, dari ngerti roso sebelum ngerti kepentingan. Dari ngolah ati sebelum ngatur kebijakan.


Penutup: Jalan Pulang ke Diri Sendiri


Malam ini, mari kita jangan hanya bernyanyi. Mari kita hening dalam rasa, menyatu dalam jiwa Jepara yang penuh welas asih. Kita hidup di tanah yang diwarisi oleh Kartini, oleh para empu dan tokoh yang menjunjung roso sebagai cahaya hidup.


Warisan rasa adalah jalan pulang — pulang menuju Jepara yang berhati.


Jepara yang tidak hanya besar karena ukirannya, tapi karena batin masyarakatnya yang halus, luhur, dan tulus.

Tags

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top