Pihak PSDKP Siap Teruskan Ke Kementerian, Tuntutan Nelayan Rembang Menolak VMS

Seorang nelayan menyuarakan pendapat soal VMS di gedung DPRD Rembang, Rabu (23 April 2025).


Rembang , suaragardanasional.com – Nelayan di Kabupaten Rembang keberatan dengan kewajiban memasang Vessel Monitoring System (VMS), sebuah piranti pendeteksi posisi kapal dan aktivitas penangkapan ikan, yang digulirkan Kementerian Kelautan Dan Perikanan.


Puluhan nelayan mendatangi gedung DPRD Rembang, hari Rabu (23 April 2025).


Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Rembang, Muslim membeberkan ada tiga faktor utama yang memberatkan nelayan, diantaranya harga perangkat lumayan mahal, biaya tahunan untuk koneksi airtime (berlangganan) cukup tinggi, dan biaya perawatan alat secara berkelanjutan.


“Khususnya nelayan Rembang kapal mini pursin di bawah 30 GT masih merasa keberatan. Kami minta agar pemerintah meninjau ulang kebijakan tersebut dan mempertimbangkan kondisi ekonomi nelayan saat ini,” ungkap Muslim.


Ia menambahkan, nelayan pada dasarnya tidak menolak regulasi pemerintah, namun meminta dukungan subsidi atau penganggaran alat VMS melalui APBN, sehingga beban pengeluaran tidak hanya ditanggung nelayan saja.


“Kecuali kalau pengadaannya ditanggung subsidi pemerintah atau dianggarkan melalui APBN,” tegasnya.


Menanggapi hal itu, Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan Dan Perikanan, Halid K. Jusuf, menyatakan aspirasi nelayan akan disampaikan langsung kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono.



Ia menilai penolakan merupakan hak masyarakat dalam menyampaikan pendapat atas regulasi pemerintah.


“Kami menyerap semua masukan yang disampaikan oleh nelayan terkait VMS. Relaksasi pemasangan alat ini masih berlaku hingga 31 Desember 2025. Evaluasi juga dilakukan secara bertahap,” jelas Halid.


Ia menyebutkan harga perangkat VMS berkisar antara Rp 4-5 juta tergantung spesifikasi. Adapun biaya airtime tahunan juga bervariasi, dengan kisaran harga termurah sekitar Rp 4,5 juta, tergantung ukuran kapal.


(Data versi nelayan, harga perangkat kisaran Rp 7 – 10 Juta, dengan airtime antara Rp 5,5 – 6,6 Juta).


Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi sudah diterapkan secara global, sebagai bagian dari sistem pemantauan dan pengawasan aktivitas penangkapan ikan.


“Dunia internasional juga sudah memanfaatkan VMS, tidak hanya di Indonesia. Sebenarnya lebih banyak kemaslahatannya. Yang jelas nilai manfaat dan kegunaan VMS itu yang harus kita lihat,” imbuh Halid.


Ketua DPRD Rembang, Abdul Rouf, dalam kesempatan tersebut menyatakan siap meneruskan aspirasi para nelayan ke tingkat yang lebih tinggi, dalam hal ini DPR RI.


“Sebagai wakil rakyat di daerah, kami memiliki kewenangan untuk menampung dan menyampaikan aspirasi ke pemerintah pusat. Kami apresiasi para nelayan yang menyampaikan pendapat secara santun dan tertib,” ujarnya.


Aturan VMS awalnya akan berlaku per 01 April 2025, bagi kapal 32 Gross Tonnage (GT) ke atas dan kapal 5-30 GT yang beroperasi mencari ikan di atas jarak 12 Mil.


Nelayan di berbagai daerah pun melancarkan aksi protes, meski ada toleransi tetap boleh mencari ikan tanpa VMS, sampai akhir tahun 2025.


Kelak jika kapal tidak memiliki VMS, akan berdampak pada tidak keluarnya izin sertifikat laik operasi (SLO). (T.Adjie)

Tags

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top