“Saat Demokrasi Lupa Rasa”

Jepara, suaragardanasional.com | Demokrasi di negeri kita sedang gersang. Ia berjalan, tapi tak menyentuh hati rakyat. Pemilu digelar, suara dihitung, pemimpin dipilih—tapi rasa keadilan dan kemanusiaan justru makin jauh. Kita seperti menari di atas panggung, tapi tak tahu apa makna tari itu.


Bangsa kita berasal dari tradisi Timur, yang menjunjung tinggi rasa dan kebersamaan. Kita mengenal gotong royong, musyawarah, dan simbol-simbol kehidupan yang menyatu dengan alam. Namun sistem demokrasi kita hari ini lebih mirip mesin. Kering.


Seorang pemikir, Nolan@bumi Arif Bu Kartini, pernah menyebut bahwa yang otentik kini dikubur oleh kartel—kartel agama, politik, dan uang. Ketiganya bukan lagi alat untuk kesejahteraan, tapi menjadi sistem untuk menindas kesadaran. Kita dijauhkan dari akar kita sendiri.


Media pun ikut kehilangan ruh. Jurnalisme bukan lagi soal menyuarakan kebenaran, tapi hanya menyajikan sensasi. Tak ada renungan, tak ada keberpihakan pada rakyat kecil.


Jogja dan Jawa pada umumnya punya tradisi perenungan panjang. Sudah saatnya kita bangkit kembali. Demokrasi harus diberi rasa. Negara harus kembali punya nurani.


(Hani K/Djoko T. P)

Tags

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top