Analisis Konstruktif atas Aksi Demonstrasi Warga terhadap Kebijakan Rekrutmen PT HWI Jepara

Jepara, suaragardanasional.com | Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh ratusan warga Desa Banyuputih dan Desa Gemulung terhadap PT Hwa Seung Indonesia (HWI) Jepara pada 26 Mei 2025 menjadi cerminan ketegangan antara ekspektasi sosial masyarakat lokal dan kebijakan internal perusahaan. Aksi ini tidak hanya merupakan bentuk ekspresi kekecewaan warga terhadap perusahaan, tetapi juga membuka ruang diskusi tentang pentingnya keterlibatan sosial dalam praktik dunia usaha, terutama dalam hal ketenagakerjaan.


Konteks Permasalahan


Masyarakat sekitar PT HWI merasa bahwa keberadaan perusahaan belum memberikan manfaat langsung yang signifikan, khususnya dalam hal peluang kerja. Mereka menuntut agar warga lokal mendapatkan prioritas dalam proses rekrutmen tenaga kerja. Tindakan demonstratif dengan membawa simbol keranda mayat menunjukkan betapa dalamnya kekecewaan masyarakat terhadap apa yang mereka anggap sebagai pengabaian terhadap hak sosial mereka.

Di sisi lain, perusahaan tentu memiliki prosedur operasi standar (SOP) dalam merekrut tenaga kerja berdasarkan kebutuhan, kualifikasi, dan pertimbangan teknis internal. Namun, pernyataan perusahaan sebelumnya yang menyebutkan akan memprioritaskan warga lokal justru menjadi bumerang ketika implementasinya tidak berjalan sebagaimana harapan warga.


Landasan Hukum dan Kewajiban Sosial Perusahaan


Tuntutan masyarakat lokal terhadap prioritas rekrutmen tidak bisa dilepaskan dari prinsip Corporate Social Responsibility (CSR) yang diatur dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang mewajibkan perusahaan untuk menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan, khususnya kepada masyarakat di sekitar wilayah operasionalnya. CSR tidak hanya sebatas bantuan sosial atau infrastruktur, namun juga meliputi aspek pemberdayaan, termasuk kesempatan kerja.


Selain itu, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta perubahannya melalui UU Cipta Kerja (UU No. 11 Tahun 2020), mengatur bahwa dalam hubungan industrial, asas keadilan dan kesejahteraan masyarakat harus dijaga. Meskipun tidak secara eksplisit mengatur prioritas warga lokal dalam rekrutmen, semangat desentralisasi dan otonomi daerah memberi ruang bagi peraturan daerah untuk mengakomodasi kepentingan lokal, termasuk penyerapannya dalam praktik perekrutan tenaga kerja oleh perusahaan.


Tinjauan Kritis


Ketidakseimbangan antara harapan sosial dan realisasi kebijakan internal perusahaan mengindikasikan kurangnya komunikasi dua arah yang efektif. Perusahaan memang tidak bisa serta-merta menerima semua pelamar dari lingkungan sekitar tanpa mempertimbangkan kualifikasi dan kebutuhan teknis. Namun, ketika sudah ada komitmen verbal maupun tertulis untuk memprioritaskan warga lokal, perusahaan memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk menjabarkan secara transparan proses dan hasil dari rekrutmen tersebut.

Di sisi lain, pemerintah daerah seharusnya memainkan peran sebagai penengah sekaligus pengawas. Ketika tensi sosial sudah meningkat hingga ke titik aksi demonstrasi, itu menandakan lemahnya fungsi mediasi dan pengawasan dari pihak pemerintah terhadap praktik-praktik ketenagakerjaan perusahaan swasta di wilayahnya.


Rekomendasi Konstruktif


Dialog dan Komunikasi Terbuka


Forum dialog antara perusahaan, tokoh masyarakat, pemerintah desa, dan perwakilan pemerintah daerah perlu difasilitasi secara berkala untuk menyamakan persepsi serta menjalin komunikasi dua arah yang produktif.


Transparansi Rekrutmen


PT HWI perlu menerapkan sistem rekrutmen yang transparan, mulai dari pengumuman lowongan kerja, persyaratan, proses seleksi, hingga pengumuman hasil akhir.


Peningkatan Kualitas SDM Lokal


Pemerintah daerah dapat bersinergi dengan perusahaan untuk menyelenggarakan pelatihan keterampilan (upskilling) bagi masyarakat sekitar agar lebih kompetitif secara teknis.


Evaluasi dan Pengawasan Berkala oleh Pemerintah


Pemkab Jepara melalui Dinas Tenaga Kerja perlu melakukan audit sosial dan evaluasi berkala terhadap implementasi CSR dan kebijakan perekrutan tenaga kerja perusahaan besar di wilayahnya.


Penutup


Masalah ini bukan semata-mata tentang tenaga kerja, tetapi tentang kepercayaan sosial, tanggung jawab korporasi, dan tata kelola hubungan masyarakat-industri. Dengan membangun ekosistem komunikasi yang terbuka, adil, dan saling menghormati, keberadaan industri besar seperti PT HWI dapat menjadi motor penggerak kesejahteraan ekonomi lokal sekaligus menciptakan harmoni sosial yang berkelanjutan.


(Djoko T. P/Hani K)

Tags

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top