Jepara, suaragardanasional.com | Di Hari Pendidikan Nasional ini, marilah kita berefleksi: Sudahkah sistem pendidikan kita benar-benar "memanusiakan"manusia? Atau justru menjadikan generasi penerus seperti robot yang terprogram—pintar menghafal, lihai berhitung, namun hampa rasa dan miskin makna?
Pendidikan yang hanya mencekoki otak dengan hafalan, rumus, dan target nilai semata adalah bentuk eksploitasi intelektual.Ia mengagungkan IQ, tetapi mengabaikan dua pilar kecerdasan yang lebih esensial: Emotional Quotient (EQ) dan Spiritual Quotient (SQ). Padahal, tanpa EQ, manusia kehilangan empati, kemampuan berelasi, dan ketahanan menghadapi gelombang kehidupan. Tanpa SQ, manusia menjadi asing dengan jiwanya sendiri—tidak mengenal tujuan hidup, tidak peka terhadap nilai-nilai transendental, dan mudah terjebak dalam materialisme sempit.
Manusia Bukan Mesin: Ketika Hafalan Membunuh Kreativitas
Pendidikan hafalan adalah sistem "assembly line" yang memproduksi pikiran seragam. Murid dipaksa menelan informasi tanpa diberi ruang untuk bertanya, merenung, atau merasakan. Mereka dilatih untuk "tahu", tetapi tidak untuk "mengerti"; bisa menjawab ujian, tetapi gagap menghadapi realitas. Akibatnya, lahir generasi yang cerdas secara teknis, tetapi rapuh secara emosional dan spiritual,seperti robot yang hanya menjalankan perintah, tanpa kesadaran, tanpa hati.
Padahal, pendidikan sejati bukan sekadar mengisi "otak", melainkan menyalakan "hati"dan "jiwa". Seperti kata Ki Hajar Dewantara:"Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia." Artinya, pendidikan harus membebaskan, bukan membelenggu; harus mencerahkan, bukan sekadar mentransfer data.
EQ: Pendidikan yang Menyentuh Hati
Kecerdasan emosional mengajarkan manusia untuk mengenali perasaan, mengelola konflik, dan membangun hubungan yang sehat. Ini adalah fondasi karakter—bagaimana seseorang tetap rendah hati di saat sukses, bangkit dari kegagalan, dan peduli terhadap sesama. Tanpa EQ, ilmu pengetahuan bisa menjadi bumerang: orang pintar yang korup, ilmuwan yang menciptakan senjata pemusnah, atau pemimpin yang tak memiliki belas kasih.
SQ: Merengkuh Kebijaksanaan yang Lebih Tinggi
Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk menyelami makna terdalam kehidupan. Ini tentang bertanya:"Untuk apa aku belajar? Apa kontribusiku bagi dunia?"SQ mengajarkan manusia untuk hidup dengan kesadaran, bukan sekadar rutinitas; untuk merasakan kehadiran Yang Maha Kuasa dalam setiap helaan napas. Inilah pendidikan yang melahirkan manusia bijak,bukan hanya "clever", tetapi juga "smart"&"wise".
Pendidikan Holistik: Kembali ke Khittah
Di Hari Pendidikan Nasional ini, sudah waktunya kita menggeser paradigma:
- Dari hafalan menuju pemahaman.
- Dari kompetisi menuju kolaborasi.
- Dari sekadar "knowing" menuju "being" dan "becoming".
Mari kita bayangkan sekolah di mana anak-anak tidak hanya belajar matematika, tetapi juga meditasi; tidak hanya mengejar nilai, tetapi juga mengasah empati; tidak hanya mengenal teori, tetapi juga menyelami hikmah. Pendidikan seperti inilah yang akan melahirkan generasi utuh,cerdas pikiran,matang emosi,dan berakar pada spiritualitas.
Karena manusia bukan robot.Pendidikan sejati harus menghidupkan jiwa.
Selamat Hari Pendidikan Nasional. Mari kita gebrak kesadaran, untuk melahirkan generasi yang tidak hanya pintar, tetapi juga berhati dan berjiwa merdeka. (Hani)