Bubur Suro sebagai Simbol Ajaran Luhur Poro Sesepuh Jawa

 

Jepara, suaragardanasional.com | Bangsa Jawa telah lama hidup dalam tatanan budaya dan ajaran luhur yang diwariskan oleh para leluhur dan poro sesepuh. Budaya tersebut tidak sekadar menjadi kebiasaan turun-temurun, tetapi menjadi pedoman hidup, tata krama, dan nilai-nilai rohani yang menyatu dengan kesadaran diri dan ketundukan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Salah satu bentuk nyata dari ajaran luhur tersebut terwujud dalam tradisi Bubur Suro, yang tidak hanya dipahami sebagai makanan biasa, melainkan simbol pengingat, penyucian diri, dan filosofi hidup yang sarat makna, sejalan dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh poro sesepuh Jawa.


Poro Sesepuh: Pilar Utama Ajaran Kehidupan


Poro sesepuh adalah inti dari ajaran luhur masyarakat Jawa, yang bersumber dari para orang tua, leluhur, dan para pinisepuh yang dihormati karena kebijaksanaan, pengalaman, dan keteladanan mereka. Ajaran poro sesepuh senantiasa mengajarkan agar manusia:


- Selalu ingat asal-usul dan tujuan hidup

- Menghormati sesama dan alam semesta

- Menjunjung tinggi tata krama dan budi pekerti luhur

- Ikhlas menerima takdir dan sabar menghadapi ujian

- Rendah hati, tidak sombong, namun tetap teguh pada prinsip kebaikan


Nilai-nilai luhur ini diwariskan melalui petuah lisan, kebiasaan adat, dan berbagai tradisi yang dilestarikan hingga kini.


*Bubur Suro: Simbol Kesucian dan Falsafah Kehidupan*


Setiap memasuki bulan Suro (Muharram dalam penanggalan Islam), masyarakat Jawa memiliki tradisi menyajikan Bubur Suro. Makanan sederhana ini bukan sekadar sajian, melainkan sarat akan makna spiritual dan filosofi hidup, di antaranya


*1. Penyucian Batin dan Raga*


Bubur Suro yang berwarna putih melambangkan kesucian. Poro sesepuh mengajarkan bahwa awal tahun baru adalah waktu yang tepat untuk membersihkan hati, memohon ampunan kepada Tuhan, dan memperbaiki niat serta perilaku.


*2. Harapan Baru dengan Tetap Mengingat Jati Diri*


Tahun baru adalah momen untuk memulai langkah baru, namun tidak boleh melupakan asal-usul, budaya, dan petuah poro sesepuh. Bubur Suro menjadi simbol harapan yang disertai dengan kesadaran akan akar budaya dan nilai luhur.


*3. Kesederhanaan sebagai Jalan Menuju Kesejahteraan*


Kesederhanaan adalah kekuatan hidup. Bubur Suro yang sederhana namun penuh makna mengingatkan kita bahwa hidup tidak diukur dari kemewahan, melainkan dari ketulusan, keikhlasan, dan kebersahajaan.


*4. Ketabahan dan Keteguhan dalam Menjalani Hidup*


Proses memasak Bubur Suro yang membutuhkan ketelatenan mencerminkan ajaran poro sesepuh bahwa hidup harus dijalani dengan sabar, teguh, dan tidak mudah tergoda oleh hal-hal yang menyesatkan.


*Keterkaitan Bubur Suro dengan Ajaran Para Wali*


Para Wali di tanah Jawa juga merupakan bagian dari poro sesepuh yang berjasa besar dalam membangun tatanan budaya dan spiritual masyarakat Jawa. Ajaran luhur mereka sejalan dengan tradisi Bubur Suro, antara lain:


- Sunan Kalijaga, mengajarkan rendah hati, seperti air yang selalu mengalir ke tempat yang rendah. Bubur Suro mengajarkan kesederhanaan dan keikhlasan.

- Sunan Bonang, mengingatkan manusia akan asal-usul dan tujuan hidup. Bubur Suro menjadi simbol awal yang suci untuk melangkah ke depan.

- Sunan Giri, menanamkan budi pekerti luhur, saling menghormati, dan mempererat tali persaudaraan, sebagaimana Bubur Suro menjadi sajian yang mempererat kebersamaan.

- Sunan Muria, mengajarkan keteguhan dan kesabaran, sebagaimana proses pembuatan Bubur Suro yang menuntut ketelatenan dan kesungguhan.


Nilai-Nilai Luhur dalam Kehidupan Sehari-hari


Tradisi Bubur Suro dan ajaran poro sesepuh tidak hanya diperingati saat bulan Suro tiba, melainkan menjadi panduan dalam kehidupan sehari-hari:


- Selalu mawas diri, mengingat asal-usul, dan menjaga perilaku.

- Menghormati sesama, menjaga keseimbangan dengan alam, dan berbakti kepada Tuhan.

- Hidup sederhana, penuh rasa syukur, namun tetap berprinsip.

- Sabar dan teguh dalam menghadapi tantangan hidup.


Dapat disimpulkan, Bubur Suro bukanlah sekadar makanan tradisional, tetapi simbol nyata ajaran luhur poro sesepuh, falsafah para Wali, dan warisan budaya Jawa yang kaya makna. Tradisi ini adalah cermin dari kesadaran diri, pembersihan batin, penghormatan kepada nilai-nilai luhur, serta doa dan harapan agar kehidupan yang dijalani selalu dipenuhi berkah, ketenteraman, dan keselamatan.


Petuah Leluhur:


"_Hidup tanpa bimbingan ajaran sesepuh, ibarat pohon yang kehilangan akar, mudah goyah, tumbang, dan hilang arah."_


Semoga melalui ajaran poro sesepuh, nilai-nilai luhur para Wali, dan makna dalam tradisi Bubur Suro, kita semua senantiasa diberi kekuatan, kesadaran, dan ketenangan dalam menghadapi lika-liku kehidupan.

Aamiin.

Tags

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top